Tantangan Paradigma Lama

 Tantangan Paradigma Lama

Industri pertahanan Indonesia selama bertahun-tahun berada dalam pola pikir tradisional yang menempatkan pertahanan sebagai sektor tertutup dan sangat birokratis. Model lama ini terbentuk dari kebutuhan menjaga kerahasiaan dan stabilitas, namun dalam perkembangannya justru menimbulkan sejumlah hambatan strategis. Ketertutupan ini membuat arus pengetahuan berjalan lambat dan sebagian besar inovasi terhambat sebelum mencapai tahap produksi.

Salah satu dampak paling serius adalah ketergantungan tinggi pada impor teknologi dan suku cadang. Ketika komponen vital berasal dari luar negeri, Indonesia rentan terhadap embargo, fluktuasi politik global, atau kendala pasokan. Hal ini menggerus kedaulatan pertahanan karena sistem alutsista dapat terganggu hanya karena pasokan dari negara lain terhenti.

Selain itu, terdapat keterbatasan transfer pengetahuan antara lembaga riset, universitas, dan BUMN pertahanan. Pengetahuan yang dihasilkan dalam laboratorium sering kali tidak mengalir ke industri, sementara pengalaman industri tidak kembali menjadi masukan strategis bagi peneliti. Kesenjangan ini menciptakan jurang antara teori dan praktik, sehingga banyak hasil riset tidak pernah diimplementasikan.

Industri pertahanan juga menghadapi kesenjangan besar antara penelitian universitas dan kebutuhan nyata industri. Banyak inovasi akademik tidak berlanjut karena tidak terhubung dengan siklus produksi, kebutuhan pasar, atau prioritas strategis nasional. Akibatnya, potensi riset nasional tidak termanfaatkan secara optimal.

Siklus inovasi pun menjadi lambat karena minimnya kolaborasi lintas sektor. Tanpa kerja sama antara militer, industri, akademisi, dan startup teknologi, inovasi berjalan dalam silo yang terpisah. Hal ini membuat industri pertahanan lebih sering reaktif daripada proaktif, bergantung pada pembelian dari luar alih-alih menciptakan teknologi sendiri.

Di tengah dinamika geopolitik dan percepatan teknologi global, paradigma lama ini tidak lagi memadai. Kemandirian teknologi dan kemampuan berinovasi kini menjadi fondasi utama kedaulatan bangsa. Tanpa perubahan paradigma menuju ekosistem pertahanan berbasis pengetahuan, Indonesia akan sulit mengejar ketertinggalan dan membangun kekuatan pertahanan yang mandiri dan berdaya saing global.